Meski kampung halaman saya di Pulau Sumatera, perjalanan yang pernah saya lakukan di pulau ini hanyalah sebatas Sumatera Selatan dan Lampung. Terbersit keinginan untuk menjelajahi beberapa provinsi lainnya di Pulau Sumatera, tetapi belum memiliki waktu yang tepat dan biaya yang cukup. Alhasil, ketika saya harus melakukan business trip ke Batam awal Juni lalu (dan business trip kedua di awal Juli), saya sangat antusias.
Batam tak jauh berbeda dengan kampung halaman saya di Sumatera Selatan (Kota Lubuk Linggau ataupun Baturaja), tetapi belum sebesar Palembang. Uniknya, sepanjang jalan raya dari Bandara Hang Nadim ke Muka Kuning, Batam, hanya terlihat wilayah yang masih hijau. Namun, seorang sopir hotel yang mengantar dan menjemput kami, menuturkan bahwa sebenarnya pemukiman di sekitar wilayah yang kami lalui tersebut telah padat. Penataan kota di Batam memang cukup unik, sepanjang jalan raya dibiarkan hijau sedangkan pemukiman tidak akan terlihat dari jalan raya yang kami lalui, “Kalau Bapak lihat, sebenarnya di sebelah kanan kita ini adalah hutan, yang memang dilindungi oleh pemerintah Batam,” tambahnya.
Mendengar penuturannya, saya mengangguk. Menyadari bahwa sebenarnya banyak hal unik di Batam yang bisa kita temukan: memiliki bandara dengan landasan pacu terpanjang di Indonesia, memiliki pelabuhan internasional terbanyak di Indonesia, hingga menjadi tempat favorit bagi wisatawan untuk transit ke negara tetangga.
Mengenai keunikan yang terakhir, saya diceritakan langsung oleh seorang pengelola hotel dan apartment di daerah Muka Kuning, Batam. Menurutnya, hotel ataupun apartment yang dikelolaya, akan penuh saat akhir pekan; dan biasanya, orang-orang Indonesia (juga luar negeri) datang ke Batam dengan tujuan utamanya adalah untuk berbelanja ke Singapura atau lainnya. Jadi, Batam sebagai kota transit untuk ke negara tetangga karena memang banyak sarana transportasi yang mudah dan terjangkau untuk menuju ke negara-negara tetangga tersebut.
Namun, bukan hanya itu. Meurutnya, tingkat wisatawan di Batam juga melonjak. Kebanyakan, turis-turis mancanegara yang ke Batam adalah berasal dari Korea, Malaysia, Singapura, dan beberapa negara lain. Tujuan utama mereka, menurutnya, adalah untuk menikmati wisata di kota berjuluk “Bandar Dunia Madani” tersebut.
Hari pertama ke Batam, saya langsung dihadapkan pada kegiatan presentasi—mengingat tujuan utama saya ke Batam adalah untuk bekerja. Hehe. Namun, siang setelah rapat sesi pertama, saya dan tim dijamu untuk makan siang di sebuah restoran favorit di Kota Batam yakni Barelang Seafood Restaurant—oleh pemilik restaurant ini sendiri. Sembari menikmati olahan seafood-nya yang sangat lezat, saya juga langsung disuguhi pemandangan laut yang biru dan jembatan ikonik Batam yakni Jembatan Barelang.
Keunikan lainnya di Batam adalah saat saya berpikir bahwa teko yang disajikan di depan meja makan saya berisi air minum, ternyata beda fungsi; teko tersebut berisi air untuk cuci tangan. Saya, yang hari itu baru mengetahui manfaat teko tersebut, hampir saya menenggaknya ke dalam perut. Yes, benar, saya norak sekali. Hehe. Ah, satu lagi keunikan Batam yakni berdasarkan informasi dari kolega di Batam, kota tersebut telah mencabut peraturan pajak sehingga kadang kita akan menemukan harga-harga barang elektronik seperti handphone terbilang sangat murah ketimbang harga yang dijual di pasaran. Itu sebabnya, Batam menjadi salah satu kota ikonik untuk penjualan barang-barang elektronik murah.
Bahkan, saat perjalanan ke kota tersebut, permintaan untuk mencarikan handphone datang dari beberapa teman saya. Sayangnya, saya tidak sempat untuk berkunjung ke pusat toko elektronik di Batam. Barangkali, lain kali akan kembali ke kota yang dikelilingi lautan indah ini. Semoga!
No Comments